TUTUP!!! Klik 2x...

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng: DAHSYATNYA ENERGI AL-MAIDAH:51

Dahsyatnya tenaga al - maidah: 51

oleh : kh ahmad musta’in syafi’ie
penjaga pondok pesantren tebuireng jombang jawa timur

sekian lama kiai toleransi terencana “menyembunyikan - mu”, wahai al - maidah: 51. nyatanya pemilikmu tersinggung. kemudian, dengan cara - nya seorang diri ia berperan. cukup lidah ahoc diplesetkan dan juga nkri tersentak menggelegar, menggelepar.

kita petik hikmahnya :

1. aksi 411 and 212 merupakan fakta kalau allah swt itu terdapat dan juga kehendaknya tidak dapat dibendung oleh siapapun. pemerintah terpaksa wajib mengalah, sementara itu sebelumnya jokowi sudah pamer militer. saat ini aksi ditunjukan jadi doa. nyatanya malah memiliki energi tarik yang luar biasa. segala negara menyongsong dengan nama berubah, aksi nusantara bersatu, istighatsah militer dll.
negeri pula terpaksa keluarkan dana sangt besar buat menfasilitasi aksi 212. aparat di jalanan terpaksa wajib membiasakan diri dengan memakai simbol - simbol islam. polisi gunakan surban putih, membikin regu spesial bernama asmaul husna, polwan serentak berjilbab, habib papan atas mengetuai istighatsah gunakan ikat merah - putih melilit kepala. lucu (? ). bisa jadi tuhan lagi menjewer kuping kita, supaya slalu “putih” dalam mengemban amanat.

2. mestinya penguasa dan juga para cukong siuman, kalau negara ini lebih didirikan oleh teriak “allah akbar” dibanding “haliluya”. umat islam yang sepanjang ini diam, saat ini sebagian kecil berani menampilkan jati pribadinya secara alamiah dan juga amat militan. inilah yg diucap “silent majority”. hingga jangan coba - coba mengusik “air tenang” bila tidak mau hanyut.

3. aksi ini begitu peringatan, kalau : tasamuh, tawazun, tawassut yang dislogankan nu itu butuh ditinjau berulang. bukan pada konsepnya, tetapi praktiknya. di samping terdapat batas, harus apa pengawalan yg tegas dan juga bijak. sadarlah, betapa kalangan nahdliyin diam - diam mengapresiasi aksi ini secara suka rela. maksudnya, mereka sudah mulai tidak sudi dan juga meninggalkan style pbnu yang tidak jelas. sok toleransi, tetapi tidak terdapat aksi. berdalih” rahmatan lil ‘alamin” tetapi sejatinya “adl’aful iman”.
dialah rasulullah saw, dikala pribadinya disakiti, memaaf. bila agama dinista, dia marah besar. sebagian suku dan juga individu dikutuk dan juga dilaknat. mukmin beneran itu tegas - keras kepada kafir, berkasih sayang sesama mukmin, ” asyidda’ ‘ala al - kuffar, ruhama’ bainahum” (al - fath: 29). tetapi sebagian oknum pbnu, kiai toleransi, kiai seni saat ini condong kebalikannya, “asyidda’ ‘ala al - mukminin, ruhama’ bain al - kuffar”. (? )

4. gus mus yang membid’ahkan shalat jum’ah di jalur raya dan juga kiai sa’id yang menghukumi tidak legal saat ini diam soal shalat jum’ah di silang monas. wonten punopo kiai?. begitulah apabila fatwa beraroma dan juga tendensius, cuma memandang illat hukum secara pendek dan juga sesaat. sangat naif memakai ikhtifah fiqih utk kepentingan politik.

benar, bila itu mengusik kemudian lintas. tetapi cuma sebentar dan juga cuma pengguna jalur yg ketepatan melalui. setelahnya, terdapat maslahah amat besar untuk umat islam pada lazimnya. maslahah inilah yang tidak dia amati. lagian, tradisi kita sudah biasa menutup jalur buat majlis dzikir, istighatsah, tercantum haul gus dur di pesantren tebuireng.

gus mus sempat mencak - mencak dikala amaliah kalangan nahdliyin dibid’ahkan, tetapi saat ini ubah membid’ahkan sesama muslim, “bid’ah besar”. nyatanya, amunisi bid’ah yg ditembakkan gus mus ini lbh besar dibandingkan bid’ah yg ditembakkan nonnahdliyin.

sekadar membaca sejarah, kalau era umar ibn al - khattab, tentara islam shalat jum’ah di jalur saat sebelum menaklukkan negara futuhat. sultan muhammad al - fatih shalat jum’ah di sejauh tepi laut marmara saat sebelum menjebol benteng konstatinopel. inilah dini khilafah utsmniyah berdiri. sekali lagi, orang ‘alim mesti memandang sisi maslahah jauh ke depan dibanding illat “bid’ah” sesaat.

luar biasa, fatwa dan juga puisi gus mus begitu manusiawi, tawadlu’, filosufis dan juga sufistik sampai - sampai mengesankan derajat dia telah menggapai hakekat keagamaan. seketika tega merendahkan ilmu kiai - kiai mui dengan berkata ilmu syafi’i ma’arif lebih besar. begitu membikin penulis tercengang. ya. karna sempat kuliah di jogya dan juga sedikit ketahui.

merendahkan ilmu kiai - kiai mui sama aja desigram merendahkan ilmu kepala syuriah nu, kh. ma’ruf amin. begitu cerdiknya gus mus, “sekali dayung 2 kepala kena pentung”. penulis membatin, ” kok dapat, sekelas kepala syuriah nu tega merendahkan sesama kepala syuriah. ini fenomena apa? ”. hadana allah. terpujilah kiai makruf tidak meladeni. walaupun demikian, hendak lebih elok apabila kiai ma’ruf amin tidak merangkap jabatan. mohon maaf kiai.






(sumber: http: //www. nugarislurus. com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ads
Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman